MUSICMuzicons.com | Begitu juga aku,
Bis yang setia menjemputku sudah
datang, setelah kurang lebih 15 menit aku menunggunya ditemani sepoi angin yang
merasuk ke dalam jiwaku. Segera, aku masuk kedalamnya.
Bis ini akan mengantar penumpang-penumpangnya
untuk mencapai tujuan. Kadang, dikala cuaca sedang tidak bersahabat, ia akan
berjalan pelan. Jika cuaca sedang sudi bersahabat, ia akan berlari.
Begitu
juga aku.
Tapi, yang aku tanyakan, siapa yang
akan mengantarkanku menuju tujuanku
yang sebenarnya. Supir? Bis? Ayolah ini bercanda. Aku percaya, suatu saat aku
akan mencapai tujuanku. Tapi, kapan
dan bagaimana bisa? Pasrah?
Bagaikan daun yang pergi entah
kemana, pergi meninggalkan empunya. Tidak ada yang tahu, apakah daun itu pergi
karena tertiup angin atau pergi karena tidak diinginkan. Entahlah
Layaknya daun, seperti itulah hidupku sekarang.
Aku memutuskan untuk menyerah, menyerah
untuk bertahan di hatinya. Hmm? Atau mungkin dialah yang berhenti bertahan di
hatiku.
Serapuh inikah diriku? Sekonyol
itukah aku? Sampai-sampai aku diibaratkan dengan selembar daun?
Memang benar itu adanya.
Di dalam bis yang membawa jiwaku
ini, kurasakan laju rodanya yang terus berputar. Berputar dan berputar.
Begitu
juga dengan hidupku.
Ah, mengapa banyak kemiripan yang
mungkin segerombol orang tak menyadarinya. Padahal ‘kita’ benar-benar mirip.
Sayang, bis ini hanya mampu membawa
tubuhku ke sebuah tujuan. Seandainya, ada alat transportasi yang bisa membawa
hati dan perasaanku pergi ke tempat tujuanku yang sebenarnya. Akan kuhabiskan
seluruh waktuku untuk menempuh perjalanan dengannya.
.
.
.
.
Daun itu berguguran lagi.
Meninggalkan ranting tujuannya.
Meninggalkan ranting itu sendirian.
Begitu
juga aku
Kau fikir untuk apa daun tumbuh?
Untuk mencapai tujuannya
Untuk bisa terikat oleh ranting itu
Begitu
juga aku, hatiku.
Kau bisa menebaknya bukan?
Hanya daunlah yang tahu, mengapa ia
pergi, hanya dialah yang tahu mengapa ia tak bertahan.
Begitu
juga aku.
Hanya akulah yang tahu, mengapa
hatiku tak bertahan. Mengapa hatiku malah pergi meninggalkan tujuanku.
Hanya akulah yang tahu.
Mengapa aku pergi dari tujuanku. Hatimu
Pergi menuju ke tempat yang fana.
Seperti daun.
.
.
.
Apakah dulu, aku cukup ambisius
untuk mencapai tujuanku?
Apa aku salah?
Apa aku salah untuk berhenti saat
aku sudah mencapai tujuanku?
Apa selembar daun juga salah saat ia
sudah mulai menempel di rantingnya?
Begitu
juga aku,
Untuk apa mencapai sebuah tujuan
jika akhirnya kita harus meninggalkannya.
Pasti. Cepat atau lambat
“DAUN terbang karna tertiup ANGIN
atau karna POHON tidak memintanya untuk tetap tinggal”
Begitu juga aku
“AKU pergi karna DIA atau karna KAU
tidak memintaku untuk tetap tinggal”
Sebenarnya siapa yang sedang mencari
tujuan?
Aku, Dia atau Kamu?
Misteri.
Selamat tinggal tujuanku. Tujuan
hatiku.
-ivone 0 comment[s] | back to top |